Mau Dibawa Kemana Kebencian Ini?

Pernahkah Anda merasa membenci sesuatu? Mungkin bukan benci, tapi tidak suka, eneg, dan sebel sekali dengan sesuatu. Namun pada akhirnya tanpa Anda sadari, Anda malah akan mengetahui segala sesuatu yang kalian benci itu dengan sangat baik. Anda akan mengikuti perkembangan dan gosip-gosip maupun berita terbaru tentang sesuatu yang kalian benci, dan pada akhirnya hal-hal yang Anda benci menjadi topik perbincangan sehari-hari dan begitu dekat dengan kehidupan Anda. Kalo pertanyaan ini diajukan ke saya maka jawabannya pernah, dan terbilang lumayan sering.

Ini bukan tentang saya membenci seseorang secara personal, tapi lebih merujuk ke masalah lagu-lagu anak muda masa kini yang musiknya sering tidak jelas itu. Pada dasarnya saya bukan orang yang tau banyak tentang musik, meski sejak masih dalam kandungan musik sudah menjadi bagian dari hidup saya dan saya dibesarkan dalam keluarga yang menjadikan musik sebagai salah satu hal penting dalam kehidupan mereka. Bagi saya tak peduli apapun aliran musiknya asal enak di dengar ayuk sajalah. Saya mendengarkan pop, country, dangdut, keroncong, campursari, jazz, melayu, slow rock, dan apapun itulah, yang bisa bikin hati tenang maupun yg bisa bikin kepala dan kaki bergerak.

Jadi kalau bukan aliran musik yang menjadi masalah lalu apa? Tentu saja lirik dan gaya penyanyinya yang aneh-aneh itu. Jujur saya benci dengan lagu-lagu sekarang yang menye-menye, yang terlalu cengeng, yang liriknya diulang-ulang, yang isinya cuma cinta-cintaan gak jelas dan tidak mendidik sama sekali. Subyektif saya, lirik itu adalah kekuatan sebuah lagu. Percuma aransemen bagus, musik bagus, kalo liriknya ecek-ecek.

Karena itu saya lebih suka lagu-lagu tahun jebot dibanding jaman sekarang. Lagu jaman dulu itu kaya diksi dan puitis. Tengok saja lagunya Kla atau Padi, lirik mereka kuat dan diksinya tingkat tinggi. Bukan kaya lagu anak sekarang yang “bertahan satu ce I en te a”. Saya juga suka dengan musikalisasi puisi, apalagi kalo punya Eyang Sapardi, juara tuh. Mana ada yang bisa nyaingi “Aku Ingin” atau “Sajak kecil Tentang Cinta”.

Sekarang kembali menyoal masalah benci-membenci tadi. Entah kenapa, saat saya benci degan lagu-lagu yang enggak-banget itu, secara perlahan saya malah jadi hafal dengan lagu-lagu tersebut. Sebagai contoh saya benci dengan lagu D’Bagindas, tapi entah kenapa saya malah jadi tau lagu “bertahan satu ce I en te a” dan saat pagi di kamar mandi tanpa sadar mendendangkan lagu tersebut. Begitupula dengan boyband masa kini yang personilnya tujuh cowok (yang katanya) unyu-unyu itu padahal masih cakepan tukang parkir di Swalayan Progo. Gara-gara tanpa sengaja melihat status nona Gitaditya di FBnya, saya jadi tau ada boyband yang namanya SM*SH dengan lagunya yunomisoweeeeeeeeeelll itu.

Dari rasa penasaran akhirnya berbuntut pencarian di google dan saya menemukannya. Lagu itupun saya perdengarkan diseantero ruangan tempat saya bekerja, semua terbahak dan mencacinya, tapi entah kenapa lagi-lagi saya jadi hafal reff lagu tersebut (tolooooooooong). Dan dengan alasan sebagai ‘nyek-nyekan’ saya kadang mendendangkannya di depan rekan-rekan saya.

Hal tersebut selalu berulang. Dari yang awalnya benci akhirnya saya menjadi tau banyak tentang itu. Saya jadi bingung mau dibawa kemana kebencian ini?? (ini juga mlesetin lirik lagu sebuah band). Akhirnya sekarang saya memilih untuk tidak mudah tergoda. Demi mengamankan (tsaahhh bahasanya) telinga dan otak saya dari efek buruk lagu-lagu tersebut akhirnya saya memilih mendengarkan lagunya Sudjiwo Tedjo, Sapardi, Sinten Remen, Frau, Nugi, Kla, Padi, atau cukup instrumen saja. Bagaimana dengan Anda semua? Apakah juga memiliki pengalaman yang sama?

About Sash

mahasiswa tingkat akhir | reporter | juru ketik | juru potret amatir | pemimpi | penyuka milo hangat, bintang, senja, kunang-kunang View all posts by Sash

Leave a comment