Category Archives: Tontonan

Cerita Panji #1

Tari Topeng Gecul dengan tokoh utama Panji Asmara Bangun (Sash' pic)

# Prabu Jenggala

Seorang Galuh Candra Kirana tak layak menjadi pendamping Inu Kertapati. Jangan membantah lagi. Ini harga mati.

# Dewi Sekartaji

Malingati, malinghati, kepadamu selamanya aku bakalan mengabdi*. Aku mencintaimu. Tak ada yang bisa menghapus rasa itu. Aku pergi, membawa buntalan kenangan akanmu. Keong mas, Ledhek gogik, Endang Rara Tompe, Dewi Sekartaji, itulah Galuh Candra Kirana. Temukan aku di sudut jalan, di persimpangan, di balik pepohonan, di dinginnya hujan, di harumnya mawar. Kutunggu pemenuhan janjimu di bawah basuhan cahaya bulan ketika aku mendendangkan Asmarandana.

# Panji Asmara Bangun

Bulan dan mentari tak pernah bersinar terang lagi semenjak kau berkemas diri dan membawa bayangmu pergi. Hati ini membiru dan membujur kaku. Kidung Asmarandana terdengar laksana tembang Megatruh. Aku sakit. Teramat sangat. Kemudian aku mulai mencarimu, di sudut jalan, di persimpangan, di balik pepohonan, di dinginnya hujan, di harumnya mawar. Percayalah Sekartaji, lelaki sejati tak pernah cidra ing janji*

# Epilog

Cahaya jingga memancar dari dirimu dan memenuhi hatiku. Kita berdua menari dan terus menari. Aku tak peduli pada panah, pedang, dan gandewa yang mengancam. Hatiku telah sepenuhnya menjadi milikmu.

___________________________

*diambil dari puisi Suminto A. Sayuti “Malam Tamansari”

** penasaran dengan cerita Panji setelah melihat pertunjukan tari sederhana yang asyik abis di bawah rimbunnya pohon-pohon cemara bulan lalu sambil ditemani ketela rebus, gelak tawa, dan kilatan blitz kamera.


Sekar Ganten dan Keberuntungan

Aroma itu semakin lama semakin tajam dan menusuk, dada saya sesak, saya tidak kuat. Saya memutuskan untuk keluar. Di pelataran saya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, dada saya terasa plong. Ternyata dari dulu belum berubah, saya tak pernah tahan dengan aroma dupa. Perlahan saya menjauh dari tempat penyimpanan keris-keris itu. Ponsel saya bergetar pelan, ada pesan masuk. Aku sudah di Keben, kamu dimana? Cepet ke sini.

Duh, ini kali pertama saya berjalan di sekitar Kraton malam-malam. Saya buta arah. Saya bingung. Saya tidak tahu nama dan letak ruangan-ruangan. Keben? Daerah mana itu? Saya mendekati seorang abdi dalam yang sedang duduk di bawah lampu, dengan ramah beliau menunjukkan arah menuju Keben.

“Mbak dari sini lurus ikuti jalan, setelah itu ketemu pertigaan yang ada jamnya, nanti belok kiri, mentok, itu sudah Keben”

“Nuwun pak”

“Sami-sami, ngantos-antos nggih mbak”

Bergegas saya berjalan mengikuti petunjuk abdi dalem itu. Saya tak ingin membiarkan kawan saya menunggu terlalu lama. Ternyata Keben tidak begitu jauh. Dari kejauhan saya melihat sosok yang saya kenal sedang berbincang dengan penjual bunga. Dia melambaikan tangan, saya semakin mempercepat langkah. Continue reading


Nonton Bola

Setelah melewati masa penantian bertahun-tahun (lebay mode on), akhirnya cita-cita saya buat nonton bola langsung dari stadion terwujud juga. Senin malam (1/2) ada sms dari seorang kawan ngajak nonton bola. Sebenarnya ini bukan sms yang pertama, karena sebelumnya dia sering ngajakin nonton, tapi sayanya yang sok sibuk sehingga tidak pernah bisa. Setelah saya yakin bahwa pertandingannya dilaksanakan pada malam hari (pukul 19.00), saya pun mengiyakan. Kapan lagi bisa nonton bola tanpa harus meninggalkan tempat kerja sebelum jamnya.

Saya sebenarnya bukan penggila bola, bahkan boleh dibilang ‘kaum mugle’ kalo nyangkut urusan bola. Yang saya tahu dari permainan sepakbola hanyalah jumlah pemainnya 11, wasitnya 1, durasi permainannya 2×45 menit, standar internasional ukuran lapangannya 105×68 meter, trus apa lagi ya? Oya saya sedikit tahu kalo Kaka yang cakep itu dulu main di AC Milan dan sekarang pindah ke Real Madrid, saya juga tahu kalo bonek itu nama suporternya Persebaya. Dah, di luar itu saya ndak ngerti. Ngerti juga Cuma info umum dan sepintas lalu saja.

Jadi kenapa kamu semangat banget buat liat bola di stadion Sash?? Continue reading


Bekakak: Pada Suatu Senja yang Hujan

Awan kelabu menggelantung di sebelah utara. Pelan namun pasti, gumpalan hitam itu begerak ke selatan, ke tempat saya berdiri. Semoga tidak hujan, doa saya dalam hati. Suasana di sekitar saya semakin ramai. Orang-orang terus berdatangan, besar, kecil, laki-laki, perempuan, anak-anak hingga orang dewasa. Semua tumplek blek di jalanan. Berbaur menjadi satu. Teriakan anak-anak berbaur dengan suara penjual mainan yang menjajajakan dagangannya, ditambah bunyi klakson mobil dan gamelan kaset, suasana bertambah riuh.

Sudah satu jam saya berdiri, dan yang saya tunggu belum juga muncul. “Waduh saya ndak tau mbak, tadi si denger-denger sudah sampai di pasar Ambarketawang. Kalo biasanya jam segini sudah lewat,” jawab seorang ibu atas pertanyaanku perihal gerbong kirab yang belum juga muncul. “Mbak baru pertama liat ya?” wanita paruh baya itu ganti bertanya. “Uhm, inggih bu,” jawab saya sambil mengangguk. Continue reading


(PPP) Pesta Para Perupa

Jogja sedang punya hajatan besar. Semua ikut serta. Tak hanya diperuntukkan bagi yang kaya dan tampan, yang miskin dan jelek pun turut serta. Semua boleh datang, semua boleh bersuka. Siapa ya yang menggelar hajatan ini??? Sri Sultankah? Pak Wali Kotakah? Oh bukan, yang sedang punya gawe adalah para seniman, para perupa. Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan akhirnya pesta besar para seniman ini bisa terlaksana. Pesta kali ini bertajuk Biennale Jogja X – 2009: Jogja Jamming, Gerakan Arsip Seni Rupa Jogja.

Setelah digelar selama 9 kali, maka pada kali yang ke 10 ini, Biennale Jogja alias BJ digelar dengan cara yang berbeda. Untuk lebih mendekatkan kepada masyarakat Jogja dan sekitarnya, BJ kali ini tidak hanya di gelar di TBY, melainkan di 4 tempat sekaligus yakni Bank Indonesia, Jogja National Museum, dan Sangkring Art Space. Gelaran BJ X ini diikuti oleh 130 perupa (diantaranya Heri Dono, Djoko Pekik, Nasirun, Edi Hara, dan masih buanyak lagi) yang akan melakukan pameran indoor. Sedangkan sekitar 150 seniman/kelompok (Kelompok Seringgit, kelompok Hitam Manis, dll)  akan merambah ke ruang publik atau istilah kerennya disebut “Public on the Move”. Continue reading


Lagi-lagi Festival Lagi

IMG_0007

Hijau-hijau menyegarkan

Tampaknya judul postingan saya kali ini tidak terlalu berlebihan, mengingat akhir-akhir ini Kota Jogja seringkali mengadakan festival. Tak percaya dengan ucapan saya? Mari kita buktikan, kita hitung satu persatu festival, karnaval, kirab, parade, pawai, dan apapun itu namanya yang sudah dilaksanakan di kota ini dalam hitungan 2 bulan terakhir. Pawai Budaya HUT Jogja, Jogja Java Carnival, Festival Museum, Parade Andong dalam rangka sumpah pemuda, Festival Makanan Tradisional, dan Festival Malioboro. Itu yang sudah terlaksana, belum lagi rencana Festival Wayang Orang 2009 (12-14 Nove), Ngayogjazz 2009 (20 – 21 Nove), dan festival-festival lainnya.

Dari daftar festival yang sudah saya tulis barusan, hanya Festival Museum dan Festival Makanan Tradisional yang tidak saya tonton. Festival lainnya jelas saya ikut hehe. Mungkin beberapa teman saya akan protes “Lhah Sash katanya kamu nggak suka keramaian” dan inilah jawaban saya “Saya emang nggak suka rame dan bisingnya mall, tapi kalo ramenya festival apa pasar malam saya suka”. Sebagian orang akan menganggap saya aneh karena saya termasuk orang yang anti-mall. next


Semarak Jogja Java Carnival 2009

IMG_0041

Jam di layar HP sudah menunjukkan angka 17.42 WIB. 18 menit lagi teman saya akan segera datang menjemput, padahal saya belum mandi dan berkemas. Dengan bergegas saya menuju kamar mandi, byar-byur sebentar, dan tak sampai 10 menit sudah keluar dengan tubuh sedikit lebih segar. Masih ada sisa waktu 8 menit yang bisa di gunakan untuk memasukkan semua perlengkapan ke dalam tas, notes, pulpen, ID card, syal, kamera, baterai cadangan sekaligus charger, botol minuman, serta beberapa benda tak penting. Aha, dan benar teman saya telah datang untuk menjemput.

Sebenarnya sore ini saya merasa sangat lelah dan mengantuk, namun semuanya tidak mampu menyurutkan semangat untuk menyaksikan karnaval malam ini. Yupz, malam ini adalah malam yang telah saya tunggu sejak beberapa minggu yang lalu. Jogja Java Carnival, puncak acara sekaligus penutupan selebrasi Hari Ulang Tahun Yogyakarta yang ke-253. Di spanduk yang tertera di jalanan karnaval ini akan dimulai pukul 19.30. Namun, berbekal informasi dari seorang kawan bahwa tahun lalu saja sejak pukul 18.00 WIB kawasan Malioboro sudah penuh sesak maka saya tidak mau ambil resiko dengan datang mepet. next


Jogja I Love You Full

Tumpengnya kok bukan nasi kuning ya? hehehehe

Tumpengnya kok bukan nasi kuning ya? hehehehe

Saya bukannya mau ikut-ikutan Mbah Surip, namun hanya menirukan ucapan Pak Wali Herry Zudianto saat memberikan sambutan pada peringatan hari jadi Kota Jogja kemarin (Rabu, 7/10) di Alun-alun Utara. Sesaat setelah memotong tumpeng dan memberikan kepada 5 orang perwakilan tokoh masyarakat, Pak Herry yang mengenakan busana adat Jawa lengkap menyampaikan pidato sambutannya, beliau berujar “Jogja, I love you full” dan semua komponen masyarakat yang tumpah ruah di Alun-alun Utara senyum-senyum, teriak-teriak, dan tak sedikit pula yang bertepuk tangan. Saya sih cuma mesam-mesem sendiri.

Yah tak hanya Pak Herry yang bilang “Jogja I love you full” sayapun dengan lantang berteriak dalam hati (maksutna berteriak dalam hati tu piye ya? hehehe) “Jogja aku mencintaimu dan semakin mencintaimu dari hari kehari” hehehe. next