Entah kenapa kenangan selalu hadir satu paket dengan kesedihan. Ia muncul tanpa aba-aba, menyita semangat dan menawan bahagia, kemudian menguap lenyap begitu saja menyisakan kekosongan yang mendalam. Ia hadir melalui seulas senyum. Menyentak lewat bunyi lonceng gereja dan heningnya saat berdoa. Menerabas masuk melalui petikan gitar dan alunan lagu, bahkan kilatan blitz kamera dan deskripsi novel yang sedang dibaca. Ia bersemayam dimana-mana.
Kenangan itu laksana badai. Menghancurkan setiap sendi pertahanan dan dinding tebal yang telah saya bangun. Sebegitu mudahnya. Pernah sekali waktu saya menang dalam pertempuran itu, menepis rasa yang seharusnya sudah tidak boleh lagi bersemayam. Namun dibanding kemenangan, saya lebih sering terpekur meratapi kekalahan. Dan pasukan bengal itu menertawakan saya. Saya benci saat dia menjadi bagian dari kenangan itu. Memasuki ruang pikiran dan hati saya seenaknya. Tanpa permisi. Dan kemudian melenggang begitu saja.
Saat-saat seperti ini selalu membuat saya menyesali pertemuan yang pernah tercipta. Menyalahkan waktu yang mempertemukan pada saat yang tidak tepat. Ah sudahlah. Tak usah lagi diingat. Lupakan saja. Yah lupakan. Meski saya tak kan pernah tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk melupakan dan memulihkan hati.
:: sedang kacau balau galau tingkat tinggi ::
September 17th, 2010 at 10:27 pm
kenangan biar saja tetap jadi kenangan, jangan terlalu terpaku pada penyesalan dan rasa sakit
waktu pasti akan menyembuhkan
September 18th, 2010 at 9:00 am
Gilak… Keren sangat kamu meramu kata Sash…