Tag Archives: curhat

Curhat Syalala

Kemarin saya ngedrop. Pukul 6 pagi mata tak bisa dibuka, badan rasanya pegal-pegal, kepala pusing, dan perut saya seperti disayat-sayat. Saya pejamkan mata lagi, saya pikir jam tidur kurang setelah semalam begadang bersama kawan-kawan Canting di TBY dan dilanjut ke Pakualaman.  Tapi hingga pukul 7 lebih sakit itu tak kunjung reda malah semakin menjadi. Akhirnya saya sms orang kantor kalo saya pamit. Badan saya tidak bisa diajak kompromi.

Minggu-minggu terakhir ini saya memang sedang merasa amat sangat capek. Baik fisik, hati, maupun pikiran. Gesekan-gesekan yang terjadi dengan orang-orang tertentu benar-benar menguras energi positif saya. Saya capek hati. Pekerjaan juga menumpuk. Mulai dari ‘utang’ artikel, terjemahan, proyek stubi, dan seminggu terakhir saya jalan-jalan keluar kantor liputan sana-sini dari pagi hingga malam. Hari minggu yang seharusnya untuk istirahat pun saya gunakan untuk jagong manten ke Prambanan dan Ketep, pulang kos sudah malam dan tidak ada waktu buat istirahat, setelah itu lanjut nggarap terjemahan sampai dini hari. Dan satu hal yang selalu mengganjal, si tujuh huruf itu fiuhhhhhh…

Semuanya terakumulasi, akhirnya saya tepar. Tapi untunglah tidak terlalu parah. Siang harinya saya sudah membaik, meski tetep kalo liat nasi eneg banget. Sore harinya saya udah bisa jenguk ayah teman saya di Rumah Sakit. Dan hari ini saya udah bisa masuk kantor lagi, walo dengan tubuh yang masih lemes banget. Seharusnya saya datang ke pemakaman ayah temen saya, tapi gak bisa. Hujan. Dan saya gak bisa kecapekan dulu.

Saya gak tau ini mau nulis apa, pokoknya cuma pengen curhat aja curhat gak jelas. Saya sedang capek, sedang bosan, sedang gak gitu fit, dan sedang bingung mikir si tujuh huruf itu. Huaaaaaaaaaaaaa…. pengen melangkah lagi tapi bingung mau mulai darimana. Sudah terlalu lama meninggalkannya dan asyik berkubang dalam lembah kegelapan pekerjaan yang menyenangkan.

Saat ini saya sedang mengalami ketakutan. Banyak pikiran buruk melintas. Seandainya gini, seandainya gitu dan masih banyak seandainya. Huaaaaaaa… Saya pengen lulus tahun ini. Tapi ternyata wisuda dimajuin jadi November. Saya gak mungkin bisa ikut. Paling cepet Februari. Dan keluarga saya berharap saya bisa wisuda tahun ini. Saya nggak ngerti harus bilang apa ke mereka. Ibu udah ribut mau beli’in kebaya buat saya. Jadi merasa bersalah hikz. Meski secara finansial saya sudha lepas dari merek tetep saja kalo hal-hal kaya gini mereka masih ngurusin. Ehtahlah. Saya bingung. Saya takut menghadapi November. Saya yang akan mengganjil menjadi duatiga, saya yang sudah mandiri dan bekerja, tapi saya juga belum wisuda….

“Nduk ibu ra peduli kowe wis kerjo lan wis iso nduwe kasil, sek nggawe ibu bangga nek kowe wis dadi sarjana”

dan perkataan itu selalu terngiang di telingaku 😦

Sudut Selatan Jogja, 14 Oktober 2010


Kenangan

Entah kenapa kenangan selalu hadir satu paket dengan kesedihan. Ia muncul tanpa aba-aba, menyita semangat dan menawan bahagia, kemudian menguap lenyap begitu saja menyisakan kekosongan yang mendalam. Ia hadir melalui seulas senyum. Menyentak lewat bunyi lonceng gereja dan heningnya saat berdoa. Menerabas masuk melalui petikan gitar dan alunan lagu, bahkan kilatan blitz kamera dan deskripsi novel yang sedang dibaca. Ia bersemayam dimana-mana.

Kenangan itu laksana badai. Menghancurkan setiap sendi pertahanan dan dinding tebal yang telah saya bangun. Sebegitu mudahnya. Pernah sekali waktu saya menang dalam pertempuran itu, menepis rasa yang seharusnya sudah tidak boleh lagi bersemayam. Namun dibanding kemenangan, saya lebih sering terpekur meratapi kekalahan. Dan pasukan bengal itu menertawakan saya. Saya benci saat dia menjadi bagian dari kenangan itu. Memasuki ruang pikiran dan hati saya seenaknya. Tanpa permisi. Dan kemudian melenggang begitu saja.

Saat-saat seperti ini  selalu membuat saya menyesali pertemuan yang pernah tercipta. Menyalahkan waktu yang mempertemukan pada saat yang tidak tepat. Ah sudahlah. Tak usah lagi diingat. Lupakan saja. Yah lupakan. Meski saya tak kan pernah tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk melupakan dan memulihkan hati.

:: sedang kacau balau galau tingkat tinggi ::


Kotak Pandora

:: dan pada akhirnya pasti terbuka

06.00 am

“Morning doesn’t mean getting up and working again. It rather means God loves you very much to let you life and see another day. Have a blessed day, Gbu!”

Sent to all

Messages delivered

06.13 am

1 message received

“Thanks. God loves you and I also love you, ‘till now. But don’t worry, I always succeed to manage my heart. Take care of yourself and have a blessed day”

06.15 am

1 message received

“Maaf, aku tidak bisa membohongi hatiku.  I still love you dear” Continue reading


Don’t Judge Me by My Age

“De, apa yang bakalan kamu lakukan saat orang yang underestimate sama kamu gara-gara kamu berusia muda dan terlihat seperti anak-anak?”

“Gwe bakal bilang dont judge me by my size, cuz I’m bigger than mybody! Dan membuktikan kebrilianan gwe sama dya!hajar..!!”

Itulah sepotong percakapan via sms yang saya lakukan dengan De –my partner in crime-. Saya sms dia kaya gitu bukan tanpa alasan, tapi entah kenapa akhir-akhir ini saya merasa berada di posisi itu. Ada orang yang underestimate dengan saya, ada orang yang menganggap saya masih anak kecil, ada orang yang meragukan kemampuan saya dan menganggap saya tidak bisa melakukan apapun. Kalo memang orang tersebut pernah ngetes saya dan hasilnya seperti itu sih saya bisa terima. Tapi masalahnya adalah, orang itu nganggep saya seperti itu hanya karena saya masih kecil dan belum genap berusia 22 tahun. Yah cuma gara-gara itu. Cuma gara-gara saya menjadi yang termuda, terlucu, temanis, dan terimut, wkwkwkwkw. next