Tag Archives: Budaya

Museum Kekayon, Kehidupan yang Terlupakan

Museum Wayang Kekayon (Sash' pic)

Ini kali kedua saya bertemu dengannya. Saat pertama bertemu dia tidak mengijinkan saya masuk. “Ini sudah jam 2 mbak, sudah tutup. Kalau mau datang besok pagi saja jam 9,” katanya. Dengan sedikit masygul saya mengiyakan dan pulang tanpa mendapatkan hasil apapun. Tapi pertemuan kedua ini dia menyambut saya dengan senyum yang merekah. “Selamat datang, mari silahkan masuk. Mbak datang dari mana ya?” tanyanya. Saya hanya tersenyum simpul. Rupanya ia sudah lupa dengan saya. Setelah saya memberi sedikit penjelasan, lelaki paruh baya itu tersenyum semakin lebar. “Ingatan saya sudah tidak sekuat dulu,” terangnya.

Ia pun mengantarkan saya hingga ke pintu masuk. “Silahkan kalau mau lihat-lihat. Saya tinggal nyapu halaman. Nanti kalau ada yang kurang jelas tanyakan saja,” ujarnya. Saya pun hanya mengangguk. Selepas Ia pergi saya mulai memasuki ruangan demi ruangan yang ada di Museum Wayang Kekayon, tempat di mana wayang-wayang disimpan. Ada begitu banyak wayang di sini, mulai dari wayang purwa, wayang beber, wayang kancil, wayang sadat, wayang golek, hingga wayang suket. Belum  lagi wayang yang tidak sempat terekam dalam memori otak saya. Continue reading


JogjaTrip.com Going Online

Setelah penantian sekian lama akhirnya bayi yang digadang-gadang lahir juga. Berawal dari pemikiran untuk menyajikan pesona Provinsi Yogyakarta baik dari segi wisata maupun budaya dalam satu paket, maka kami (saya dan beberapa kawan) berencana ingin membuat sebuah media yang mampu mewadahi gagasan tersebut. Lalu ide tersebut digulirkan dalam forum dan rupanya si bos menyetujui. Berhubung sejak awal kami concern di media online maka media yang akan kami buat pun berupa media online bukan media cetak.

Saya pribadi baru kali ini turut serta secara aktif dalam proses ‘kelahiran jabang bayi’. Kalau untuk majalah, buletin, dan buku, saya memang pernah beberapa kali terlibat dalam proses penggarapannya.  Dulu, saat masih baru-barunya menjadi anggota EKSPRESI saya pernah belajar tentang bagaimana proses pembuatan sebuah media massa. Tapi saat menghadapinya langsung ternyata cukup menguras energi dan tidak semudah yang ada dalam teori. Continue reading


Sekar Ganten dan Keberuntungan

Aroma itu semakin lama semakin tajam dan menusuk, dada saya sesak, saya tidak kuat. Saya memutuskan untuk keluar. Di pelataran saya menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, dada saya terasa plong. Ternyata dari dulu belum berubah, saya tak pernah tahan dengan aroma dupa. Perlahan saya menjauh dari tempat penyimpanan keris-keris itu. Ponsel saya bergetar pelan, ada pesan masuk. Aku sudah di Keben, kamu dimana? Cepet ke sini.

Duh, ini kali pertama saya berjalan di sekitar Kraton malam-malam. Saya buta arah. Saya bingung. Saya tidak tahu nama dan letak ruangan-ruangan. Keben? Daerah mana itu? Saya mendekati seorang abdi dalam yang sedang duduk di bawah lampu, dengan ramah beliau menunjukkan arah menuju Keben.

“Mbak dari sini lurus ikuti jalan, setelah itu ketemu pertigaan yang ada jamnya, nanti belok kiri, mentok, itu sudah Keben”

“Nuwun pak”

“Sami-sami, ngantos-antos nggih mbak”

Bergegas saya berjalan mengikuti petunjuk abdi dalem itu. Saya tak ingin membiarkan kawan saya menunggu terlalu lama. Ternyata Keben tidak begitu jauh. Dari kejauhan saya melihat sosok yang saya kenal sedang berbincang dengan penjual bunga. Dia melambaikan tangan, saya semakin mempercepat langkah. Continue reading


Bekakak: Pada Suatu Senja yang Hujan

Awan kelabu menggelantung di sebelah utara. Pelan namun pasti, gumpalan hitam itu begerak ke selatan, ke tempat saya berdiri. Semoga tidak hujan, doa saya dalam hati. Suasana di sekitar saya semakin ramai. Orang-orang terus berdatangan, besar, kecil, laki-laki, perempuan, anak-anak hingga orang dewasa. Semua tumplek blek di jalanan. Berbaur menjadi satu. Teriakan anak-anak berbaur dengan suara penjual mainan yang menjajajakan dagangannya, ditambah bunyi klakson mobil dan gamelan kaset, suasana bertambah riuh.

Sudah satu jam saya berdiri, dan yang saya tunggu belum juga muncul. “Waduh saya ndak tau mbak, tadi si denger-denger sudah sampai di pasar Ambarketawang. Kalo biasanya jam segini sudah lewat,” jawab seorang ibu atas pertanyaanku perihal gerbong kirab yang belum juga muncul. “Mbak baru pertama liat ya?” wanita paruh baya itu ganti bertanya. “Uhm, inggih bu,” jawab saya sambil mengangguk. Continue reading


Lagi-lagi Festival Lagi

IMG_0007

Hijau-hijau menyegarkan

Tampaknya judul postingan saya kali ini tidak terlalu berlebihan, mengingat akhir-akhir ini Kota Jogja seringkali mengadakan festival. Tak percaya dengan ucapan saya? Mari kita buktikan, kita hitung satu persatu festival, karnaval, kirab, parade, pawai, dan apapun itu namanya yang sudah dilaksanakan di kota ini dalam hitungan 2 bulan terakhir. Pawai Budaya HUT Jogja, Jogja Java Carnival, Festival Museum, Parade Andong dalam rangka sumpah pemuda, Festival Makanan Tradisional, dan Festival Malioboro. Itu yang sudah terlaksana, belum lagi rencana Festival Wayang Orang 2009 (12-14 Nove), Ngayogjazz 2009 (20 – 21 Nove), dan festival-festival lainnya.

Dari daftar festival yang sudah saya tulis barusan, hanya Festival Museum dan Festival Makanan Tradisional yang tidak saya tonton. Festival lainnya jelas saya ikut hehe. Mungkin beberapa teman saya akan protes “Lhah Sash katanya kamu nggak suka keramaian” dan inilah jawaban saya “Saya emang nggak suka rame dan bisingnya mall, tapi kalo ramenya festival apa pasar malam saya suka”. Sebagian orang akan menganggap saya aneh karena saya termasuk orang yang anti-mall. next


Semarak Jogja Java Carnival 2009

IMG_0041

Jam di layar HP sudah menunjukkan angka 17.42 WIB. 18 menit lagi teman saya akan segera datang menjemput, padahal saya belum mandi dan berkemas. Dengan bergegas saya menuju kamar mandi, byar-byur sebentar, dan tak sampai 10 menit sudah keluar dengan tubuh sedikit lebih segar. Masih ada sisa waktu 8 menit yang bisa di gunakan untuk memasukkan semua perlengkapan ke dalam tas, notes, pulpen, ID card, syal, kamera, baterai cadangan sekaligus charger, botol minuman, serta beberapa benda tak penting. Aha, dan benar teman saya telah datang untuk menjemput.

Sebenarnya sore ini saya merasa sangat lelah dan mengantuk, namun semuanya tidak mampu menyurutkan semangat untuk menyaksikan karnaval malam ini. Yupz, malam ini adalah malam yang telah saya tunggu sejak beberapa minggu yang lalu. Jogja Java Carnival, puncak acara sekaligus penutupan selebrasi Hari Ulang Tahun Yogyakarta yang ke-253. Di spanduk yang tertera di jalanan karnaval ini akan dimulai pukul 19.30. Namun, berbekal informasi dari seorang kawan bahwa tahun lalu saja sejak pukul 18.00 WIB kawasan Malioboro sudah penuh sesak maka saya tidak mau ambil resiko dengan datang mepet. next


Jogja I Love You Full

Tumpengnya kok bukan nasi kuning ya? hehehehe

Tumpengnya kok bukan nasi kuning ya? hehehehe

Saya bukannya mau ikut-ikutan Mbah Surip, namun hanya menirukan ucapan Pak Wali Herry Zudianto saat memberikan sambutan pada peringatan hari jadi Kota Jogja kemarin (Rabu, 7/10) di Alun-alun Utara. Sesaat setelah memotong tumpeng dan memberikan kepada 5 orang perwakilan tokoh masyarakat, Pak Herry yang mengenakan busana adat Jawa lengkap menyampaikan pidato sambutannya, beliau berujar “Jogja, I love you full” dan semua komponen masyarakat yang tumpah ruah di Alun-alun Utara senyum-senyum, teriak-teriak, dan tak sedikit pula yang bertepuk tangan. Saya sih cuma mesam-mesem sendiri.

Yah tak hanya Pak Herry yang bilang “Jogja I love you full” sayapun dengan lantang berteriak dalam hati (maksutna berteriak dalam hati tu piye ya? hehehe) “Jogja aku mencintaimu dan semakin mencintaimu dari hari kehari” hehehe. next